Kencing Sambil Berdiri, Bolehkah?

Ada suatu bahasan yang berkaitan erat dengan kencing di urinoir, yaitu tentang hukum kencing sambil berdiri, bolehkah?

Hukumnya adalah boleh. Namun harus terpenuhi dua syarat berikut :

1. Aman dari terkena percikan najis.
2. Tidak terlihat aurat.

Sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin berikut,

"Kencing sambil berdiri hukumnya boleh. Terlebih bila ada kebutuhan. Akan tetapi dengan dua syarat; pertama aman dari terkena najis, kedua aman dari pandangan orang lain".(Syarah al Mumti 1/115-116).

Dan juga penjelasan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berikut :

"Tidak mengapa kencing dengan posisi berdiri. Terlebih ketika dibutuhkan. Dengan catatan, tempat untuk buang hajar tersebut benar-benar tertutup. Sehingga tak seorangpun yang melihat aurat orang yang kencing tersebut. Selanjutnya, tidak menyebabkan terkena percikan air kencing. Dalilnya adalah riwayat dari Hudzaifah radhiyallahuanh, beliau mengatakan, Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memasuki tempat pembuangan sampa suatu kaum. Lalu beliau kencing dengan berdiri. Para ulama sepakat akan kesahihan hadis ini. Akantetapi yang lebih afdhal, kencing itu dilakukan dengan cara duduk. Karena demikianlah yang sering dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Dan ini lebih menutupi aurat , dan lebih aman dari terkena percikan ari kencing." (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 6/352).

Jika dikhawatirkan air seni terpercik pada pakaian atau badan, maka tidak boleh. Karena diantara sebab adzab kubur, adalah ceroboh dalam urusan buang air / hajat.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

"Sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, dan tidaklah mereka disiksa karena perkara yang susah ditinggalkan. Namun sesungguhnya itu adalah perkara besar! Untuk yang pertama, dia suka melakukan adu domba, sedang yang kedua, ia tidak menjaga diri dari air kencingnya". (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma).

Kemudian tentang syarat menutup aurat, dalilnya adalah hadis dari Muawiyah bin Haidah radhiallahu anhu. Beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang auratnya; kapan wajib ditutup dan kapan boleh ditampakkan. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Jaga auratmu, kecuali untuk istrimu atau budakmu". (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, dan dinilai hasan oleh Al-Albani)

Kemudian kita melihat bagaimana kondisi kencing di urinoir, apakah bisa memastikan tertutup aurat dan aman dari percikan najis. Jika bisa tidak mengapa. Namun jika tidak, maka tidak boleh.

Adapun kami lebih condong tidak boleh. Karena urinoir yang ada di fasilitas umum saat ini, belum relevan terhadap dua syarat di atas.

Di samping itu, urinoir yang ada saat ini berada di tempat terbuka. Sehingga potensi terlihat aurot besar dan tidak elok dilakukan.

Wallahu a'lam bis Showab..

Ust Ahmad Anshori hafidzhohullah.

Admin

  01 Nov 2020

Bantuan