Bisakah Kita Melihat Allah?

Diantara prinsip dasar akidah seseorang yang mengaku dirinya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah bahwasannya seorang muslim yang beriman kelak akan dapat melihat Allah ﷻ pada hari kiamat secara jelas dengan mata kepala mereka sendiri sebagaimana mereka melihat matahari pada siang hari dan sebagaimana mereka melihat bulan di malam bulan purnama, jelas dan terang tidak ada penghalang apapun serta tidak berdesak-desakan dalam melihat-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

﴿ وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ نَّاضِرَةٌۙ ٢٢ اِلٰى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ ۚ ٢٣ ﴾

“Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, (karena) memandang Tuhannya.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ لَيْلَةَ البَدْرِ لَا تُضَامُوْنَ فِيْ رُؤْيَتِهِ

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan pada malam bulan purnama dan kalian tidak terhalang untuk melihatnya.” (HR. Bukhari: 554 dan Muslim: 633).

Melihat Dzat Allah ﷻ merupakan kenikmatan yang paling disenangi oleh penduduk surga, padahal kita tau kenikmatan surga tidak ada tandingannya, mau apapun tinggal sebut dan seketika itu pula langsung ada, tapi meskipun begitu melihat Allah ﷻ secara langsung dengan mata kepala sendiri melebihi kenikmatan apapun yang ada di surga.

Allah ﷻ berfirman:

﴿ ۞ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوا الْحُسْنٰى وَزِيَادَةٌ ۗوَلَا يَرْهَقُ وُجُوْهَهُمْ قَتَرٌ وَّلَا ذِلَّةٌ ۗاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢٦ ﴾

“Bagi orang-orang yang berbuat baik (ada pahala) yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Wajah-wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula diliputi) kehinaan. Mereka itulah para penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Yunus: 26)

Kemudian muncul pertanyaan, apakah di alam kehidupan dunia ini ada yang mampu melihat Allah ﷻ? Maka jawabannya tidak ada seorang pun yang mampu melihat Allah ﷻ ketika masih hidup di dunia, bahkan se-level nabi dan rasul pun tidak ada yang mampu melihat-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

﴿ لَا تُدْرِكُهُ الْاَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْاَبْصَارَۚ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ ١٠٣ ﴾

“Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat menjangkau segala penglihatan itu. Dialah Yang Mahahalus lagi Mahateliti.” (QS. Al-An’am: 103)

Dikisahkan suatu saat ketika Nabi Musa -‘alahissalam- memohon kepada Allah ﷻ agar dia dapat melihat-Nya, namun apa yang terjadi ketika baru saja Allah ﷻ menampakkan cahaya-Nya, gunung yang ada di dekat Nabi Musa -‘alahissalam- pun hancur luluh dan Nabi Musa pun pingsan seketika.

Allah ﷻ berfirman mengisahkan:

﴿ وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ ١٤٣ ﴾

“Ketika Musa datang untuk (bermunajat) pada waktu yang telah Kami tentukan (selama empat puluh hari) dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, dia berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Dia berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka, ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) pada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada-Mu dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.” (QS. Al-A’raf: 143)

Rasulullah ﷺ bersabda:

تَعَلَّمُوا أَنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ حَتَّى يَمُوْتَ

“Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun dari kalian yang akan bisa melihat Rabbnya hingga ia meninggal dunia.” (HR. Muslim: 2930)

Ummul Mukminin Aisyah -radhiyallahu ‘anha- juga berkata:

مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللَّهِ الفِرْيَةَ

“Barang siapa yang menyangka bahwa Muhammad melihat Rabbnya, maka orang tersebut telah melakukan kebohongan yang besar atas nama Allah.” (HR. Muslim: 177)

Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- pernah ditanya tentang perkara melihat Allah pada hari kiamat, beliau menjawab:

أَحَادِيْثُ صِحَاحٌ نُؤْمِنُ بِهَا وَنُقِرُّ وَكُلَّمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ بِأَسَانِيْدَ جَيِّدَةٍ نُؤْمِنُ بِهِ وَنُقِرُّ

“Hadits-haditsnya shahih, kita mengimani dan mengakuinya, dan setiap dari hadits yang diriwayatkan dari Nabi dengan sanad yang shahih, kita mengimani dan mengakuinya.” (Syarh I’tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 3/562)

Abu Ghazi

  13 Jan 2023

Bantuan