Kisah Inspiratif Al-Ahnaf bin Qais

Al-Ahnaf bin Qais memiliki kesempatan untuk menimba ilmu langsung dari para sahabat yang agung, puncaknya dia pernah belajar dari Al-Faaruq Umar bin Al-Khattab -radhiyallahu 'anhu-.

Dia sering ikut dalam majelis-majelisnya, mendengarkan untaian nasihat-nasihatnya, dan memperhatikan kata-kata hikmah darinya. Dia adalah termasuk murid paling cerdas yang menjadi kebanggaan Madrasah Umariyah dan orang yang paling terpengaruh dengan gurunya yang tiada tandingannya.

Dikatakan kepadanya suatu kali, “Apa yang menyebabkan anda dianugerahi kesantunan dan hikmah?” Dia menjawab: “Beberapa kalimat yang aku dengar dari Umar bin Al-Khattab, dimana dia berkata:

“Barang siapa yang senang bersenda gurau, maka dia akan dilecehkan”

“Barang siapa yang banyak melakukan sesuatu, maka dengan itulah dia akan di kenal”

“Barang siapa yang banyak bicara, maka akan banyak kesalahannya”

“Barang siapa yang banyak kesalahannya, maka sedikit rasa malunya”

“Barang siapa yang sedikit rasa malunya, maka akan sedikit wara’nya”

“Barang siapa yang sedikit wara’nya, maka matilah hatinya”

Al-Ahnaf bin Qais telah menjadi pemimpin di kalangan kaumnya, walaupun dia bukan berasal dari keluarga yang paling tinggi kedudukannya diantara mereka dan bukan pula berasal dari ayah dan ibu yang paling mulia diantara mereka. Berapa banyak orang yang bertanya kepadanya tentang rahasia hal itu.

Salah seorang diantra mereka bertanya kepadanya: “Siapakah orang yang akan diangkat sebagai pemimpin oleh kaumnya wahai Abu Bahr?” Dia menjawab: “Barang siapa yang ada pada dirinya terkumpul empat perkara, maka dia akan memimpin kaumnya tanpa ditentang oleh seorang pun”.

Lalu dikatakan kepadanya: “Apakah empat perkara tersebut?” Dia menjawab: “Yaitu orang yang memiliki agama yang mencegahnya (melakukan perbuatan tercela), kemuliaan yang menjaganya, akal yang membimbingnya, dan rasa malu yang mencegahnya (melakukan perbuatan tercela)”.

Al-Ahnaf bin Qais merupakan seorang ahli ibadah, ahli puasa, istiqamah, dan tidak merasa iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Di saat malam telah menjadi gelap, dia menghidupkan lenteranya dan meletakkannya di dekatnya, lalu dia pun berdiri shalat di mihrabnya.

Dia selalu merasa takut hingga menangis dengan tangisan yang menyayat hati jikalau dia ingat dengan azab Allah. Di saat dia merenungi dosa-dosanya atau tergambar dalam lupuk matanya bayangan aibnya, dia mendekatkan jarinya ke dekat lentera tersebut dan berkata: “Rasakanlah wahai Al-Ahnaf, apa yang mendorongmu sehingga engkau berani melakukan itu? Celakalah engkau wahai Al-Ahnaf, jika engkau tidak kuat menahan panasnya api lentera ini, maka bagaimana kamu bisa menahan panasnya gejolak api neraka, mampukah kamu menahan dan sabar terhadapnya? Ya Allah, jikalau Engkau berkenan mengampuniku, maka sesungguhnya hanya Engkaulah Dzat yang berhak atas itu, dan jikalau Engkau menyiksaku, maka sesungguhnya aku memang pantas untuk mendapatkan siksaan itu”.

Semoga Allah meridhai Al-Ahnaf bin Qais, dia adalah salah seorang yang mengagumkan pada zamannya dan perumpamaan yang begitu unik untuk manusia.

Abu Zahwa

  06 Jan 2023

Bantuan